JAKARTA - Kaos hitam lusuh dengan celana ketat serta
rambut mo hawk sepertinya sudah menjadi ritual khusus bagi anak punk.
Bukan hanya di Indonesia, namun juga di dunia.
Dengan bermodalkan gitar okulele (Kentrung), Andi, Romi dan Ronald mencoba mengais rizki di angkutan umum dengan cara mengamen. Ada yang berperan sebagai penyanyi, memainkan gitar okulele, dan meminta uang seusai lagu didendangkan.
Beberapa penumpang angkot yang disuguhkan lagu oleh tiga remaja ini pun sepertinya acuh dan tidak tak mengenal dengan lagu yang didendangkan. "Permisi, kakak," ucap Andi dengan menyodorkan plastik bekas permen yang di gunakan untuk memungut uang, seusai lagu disuguhkan.
Di dalam angkot C.01, jurusan Kebayoran Lama, Ciledug, hanya seorang wanita muda yang memberikan uang Rp100. "Lumayanlah," kata Andi sambil mengantongi koin receh ke dalam tas pinggangnya.
Tak lama ketiga remaja ini kembali menaiki Metro Mini S.69 jurusan Blok-M, Cileduk, namun sayang sang kernet melarangnya dengan alasan baru saja pengamen turun dari bus tersebut. "Baru turun bos," teriak sang kernet sambil meminta ketiganya turun.
Di kawasan Cipulir yang terbilang padat, sepertinya menjadi tempat populer bagi pengamen untuk meraup rezeki, hal tersebut lantaran musisi jalanan dengan atribute punk ini, tidak perlu untuk mondar-mandir saat mengamen. "Disini lumayan enak, soalnya macet bang," kata Andi saat berbincang dengan okezone, baru-baru ini.
Andi mengaku sengaja membawakan lagu-lagu yang beraliran musik punk yaitu sebuah gerakan yang berbeda yang melawan kemapanan. "Kita tak suka pembodohan dan budaya pada umumnya oleh sistem kekuasaan yang ada," cetus Andi.
Syair yang dilantunkan ketiga remaja ini, juga berisikan soal kritik terhadap pemerintah, dan beraroma anti kemapanan. Meski berpenampilan berbeda dengan masyarakat pada umumnya, ketiga remaja ini tak sedikitpun malu. "DIY (Do It Yourself)," tegasnya.
Andi mengaku bahwa dirinya masih memiliki orangtua yang tinggal di daerah Mampang, Jakarta Selatan. Remaja putus sekolah ini memilih untuk menghabiskan waktunya di jalan untuk meraih kebebasan, dan mencari uang.
"Kadang pulang sebulan sekali, kadang dua bulan. Kalau sehari-hari kita pindah-pindah saja. Tidur bisa di mana-mana, di taman, di depan toko," akunya.
Andi mengaku penghasilan dalam sehari tidak tetap. Bahkan Andi bersama ketiga temannya, harus rela makan nasi yang dipungutnya dari tong sampah. Namun jika nasib baik, dalam sehari, ketiga remaja ini mampu meraup Rp150.000.
"Kalau emang lapar enggak ada uang, cari nasi di tong sampah. Nastongpah itu istilahnya. Waktu itu ada yang baik ngasih uang gede kita makan ayam di Nasi Padang" terangnya.
Tak lupa remaja berusia 15 tahun ini menyisihkan uang jika pulang ke rumah. Namun ia juga mengaku kerap mabuk bersama teman-temannya. "Kalau ada rezeki saya suka ngasih ibu saya di rumah tapi enggak banyak, saya juga mandi di rumah. Tapi suka juga mabuk, itu kalau lagi ramai ngumpul," ungkapnya.
Ia mengatakan gaya hidup yang dilakoninya hampir setahun ini adalah pilihannya sendiri. Kelak Andi bercita-cita untuk dapat memiliki modal untuk membangun sebuah distro yang khusus menjual kaset, PIN, emblem, baju, celana dan atribut punk lainnya. "Kalau cita-cita sih ada, semoga bisa lebih baik, jualan tapi tetap di jalur DIY (Do It Yourself)," tukasnya.
Sebelumnya, pandangan negatif kembali harus diterima komunitas street punk. Hal tersebut lantaran pada Minggu 8 Januari lalu, seorang anggota Polisi mengalami luka akibat dikeroyok kumpulan anak Punk di Malang Jawa Timur. Selain dikeroyok, mobil anggota polisi tersebut juga dirusak.
Belakangan, tak jarang kita melihat gerombolan anak punk yang berada di kota-kota besar. Keberadaan mereka masih menjadi kontroversi, hal tersebut lantaran prilaku negatif yang kerap timbul, seperti mabuk-mabukan. Namun sebagian juga menganggap positif keberadaan mereka, lantaran kemandiriannya di industri musik, yaitu membuat musik sendiri, mendistribusikan sendiri distro atau lapak salah satu contoh nyatanya.
Inggris adalah negara yang melahirkan Street Punk pada tahun 1980-an. Inggris di masa itu dipimpin oleh Perdana Menteri Margareth Thatcher. Dia dituding mengabaikan kelas pekerja, sehingga mengakibatkan pengangguran di mana-mana. Ketika pabrik-pabrik menutup lowongan pekerjaan, dan memecat banyak karyawan, masyarakat kelas pekerja menggunakan jalanan sebagai tempat mencari nafkah, membuat jejaring-kerja, serta aksi protes dengan musik.
Sepertinya pemerintah harus serius dalam menangani hal ini, aspirasi anak muda serta aroma perlawanan sepertinya bisa menjadi energi tersendiri untuk dapat membangun negeri ini.
Dengan bermodalkan gitar okulele (Kentrung), Andi, Romi dan Ronald mencoba mengais rizki di angkutan umum dengan cara mengamen. Ada yang berperan sebagai penyanyi, memainkan gitar okulele, dan meminta uang seusai lagu didendangkan.
Beberapa penumpang angkot yang disuguhkan lagu oleh tiga remaja ini pun sepertinya acuh dan tidak tak mengenal dengan lagu yang didendangkan. "Permisi, kakak," ucap Andi dengan menyodorkan plastik bekas permen yang di gunakan untuk memungut uang, seusai lagu disuguhkan.
Di dalam angkot C.01, jurusan Kebayoran Lama, Ciledug, hanya seorang wanita muda yang memberikan uang Rp100. "Lumayanlah," kata Andi sambil mengantongi koin receh ke dalam tas pinggangnya.
Tak lama ketiga remaja ini kembali menaiki Metro Mini S.69 jurusan Blok-M, Cileduk, namun sayang sang kernet melarangnya dengan alasan baru saja pengamen turun dari bus tersebut. "Baru turun bos," teriak sang kernet sambil meminta ketiganya turun.
Di kawasan Cipulir yang terbilang padat, sepertinya menjadi tempat populer bagi pengamen untuk meraup rezeki, hal tersebut lantaran musisi jalanan dengan atribute punk ini, tidak perlu untuk mondar-mandir saat mengamen. "Disini lumayan enak, soalnya macet bang," kata Andi saat berbincang dengan okezone, baru-baru ini.
Andi mengaku sengaja membawakan lagu-lagu yang beraliran musik punk yaitu sebuah gerakan yang berbeda yang melawan kemapanan. "Kita tak suka pembodohan dan budaya pada umumnya oleh sistem kekuasaan yang ada," cetus Andi.
Syair yang dilantunkan ketiga remaja ini, juga berisikan soal kritik terhadap pemerintah, dan beraroma anti kemapanan. Meski berpenampilan berbeda dengan masyarakat pada umumnya, ketiga remaja ini tak sedikitpun malu. "DIY (Do It Yourself)," tegasnya.
Andi mengaku bahwa dirinya masih memiliki orangtua yang tinggal di daerah Mampang, Jakarta Selatan. Remaja putus sekolah ini memilih untuk menghabiskan waktunya di jalan untuk meraih kebebasan, dan mencari uang.
"Kadang pulang sebulan sekali, kadang dua bulan. Kalau sehari-hari kita pindah-pindah saja. Tidur bisa di mana-mana, di taman, di depan toko," akunya.
Andi mengaku penghasilan dalam sehari tidak tetap. Bahkan Andi bersama ketiga temannya, harus rela makan nasi yang dipungutnya dari tong sampah. Namun jika nasib baik, dalam sehari, ketiga remaja ini mampu meraup Rp150.000.
"Kalau emang lapar enggak ada uang, cari nasi di tong sampah. Nastongpah itu istilahnya. Waktu itu ada yang baik ngasih uang gede kita makan ayam di Nasi Padang" terangnya.
Tak lupa remaja berusia 15 tahun ini menyisihkan uang jika pulang ke rumah. Namun ia juga mengaku kerap mabuk bersama teman-temannya. "Kalau ada rezeki saya suka ngasih ibu saya di rumah tapi enggak banyak, saya juga mandi di rumah. Tapi suka juga mabuk, itu kalau lagi ramai ngumpul," ungkapnya.
Ia mengatakan gaya hidup yang dilakoninya hampir setahun ini adalah pilihannya sendiri. Kelak Andi bercita-cita untuk dapat memiliki modal untuk membangun sebuah distro yang khusus menjual kaset, PIN, emblem, baju, celana dan atribut punk lainnya. "Kalau cita-cita sih ada, semoga bisa lebih baik, jualan tapi tetap di jalur DIY (Do It Yourself)," tukasnya.
Sebelumnya, pandangan negatif kembali harus diterima komunitas street punk. Hal tersebut lantaran pada Minggu 8 Januari lalu, seorang anggota Polisi mengalami luka akibat dikeroyok kumpulan anak Punk di Malang Jawa Timur. Selain dikeroyok, mobil anggota polisi tersebut juga dirusak.
Belakangan, tak jarang kita melihat gerombolan anak punk yang berada di kota-kota besar. Keberadaan mereka masih menjadi kontroversi, hal tersebut lantaran prilaku negatif yang kerap timbul, seperti mabuk-mabukan. Namun sebagian juga menganggap positif keberadaan mereka, lantaran kemandiriannya di industri musik, yaitu membuat musik sendiri, mendistribusikan sendiri distro atau lapak salah satu contoh nyatanya.
Inggris adalah negara yang melahirkan Street Punk pada tahun 1980-an. Inggris di masa itu dipimpin oleh Perdana Menteri Margareth Thatcher. Dia dituding mengabaikan kelas pekerja, sehingga mengakibatkan pengangguran di mana-mana. Ketika pabrik-pabrik menutup lowongan pekerjaan, dan memecat banyak karyawan, masyarakat kelas pekerja menggunakan jalanan sebagai tempat mencari nafkah, membuat jejaring-kerja, serta aksi protes dengan musik.
Sepertinya pemerintah harus serius dalam menangani hal ini, aspirasi anak muda serta aroma perlawanan sepertinya bisa menjadi energi tersendiri untuk dapat membangun negeri ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar